9/21/2013

runtuhnya kerajaan hindu jawa

RUNTUHNYA KERAJAAN HINDU JAWA

Dalam pembangunan masjid Demak, ada tiga kisah yang melegenda dalam masyarakat Jawa.
Yang pertama tentang pembangunan tiang utama yang bernama ‘saka tatal’. Yang kedua adalah pembangunan yang dikerjakan hanya dalam waktu semalam. Dan yang ketiga perihal penentuan arah kiblat. Yang dari ketiga dongeng itu berpusat pada sosok Sunan Kalijaga sebagai aktor utamanya.
Bahwa konon, sudah menjadi kesepakatan dengan Sunan Ampel untuk pembangunan masjid Demak, yang bertugas membuat tiang utama (soko guru) adalah Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan Giri, dan Sunan Kalijaga.
Dikisahkan, Sunan Gunung Jati sudah membuat tiang yang dibuat dari kayu jati yang berasal dari hutan sebelah barat Demak. Sunan Bonang membuat tiang dari kayu jati yang dibawa dari hutan sebelah utara Demak. Sementara Sunan Giri juga telah membuat tiang dari kayu jati yang berasal dari hutan sebelah timur Demak. Hanya Sunan Kalijagalah yang belum juga membuat satu tiang yang menjadi tugasnya.
Sampai hampir mendekati batas waktu yang telah ditentukan, Sunan Kalijaga belum juga datang membawa batangan kayu, apalagi membuatnya menjadi tiang. Namun tepat beberapa saat sebelum keempat tiang utama akan diberdirikan, Sunan Kalijaga datang dengan tenang. Dan ketika ditanya oleh Sunan Ampel tentang tugasnya untuk membuat satu tiang utama, dia hanya tersenyum saja.
Kemudian dengan cermat, ia melihat sekeliling. Melihat hamparan sisa-sisa serpihan kayu pembuatan tiang dari ketiga wali sebelumnya.
“Serpihan kayu yang berserakan ini akan kumanfaatkan,” ucapnya pada Sunan Ampel.
Lalu dengan sigap, potongan-potongan kayu sisa itu ia kumpulkan. Dan dari kumpulan kayu sisa itu disusunnyalah menjadi tiang yang bentuknya sama persis dengan tiga tiang buatan Sunan Giri, Sunan Bonang, dan Sunan Gunungjati. Hanya bedanya, ketiga tiang lainnya terbuat dari batangan kayu utuh, sementara tiang buatan Sunan Kalijaga dibuat dari susunan tatal.
Lama aku terusik dengan dongengan saka tatal itu. Yang antara percaya dan tidak, karena dalam keyakinanku kemudian, hampir seluruh kisah pawa wali selalu berbalut mitos dan simbol. Apa yang dikisahkan bukanlah hal yang sebenarnya, melainkan sarat perlambang untuk membungkus pesan yang ingin disampaikan. Hikmah kebijaksanaan dari para wali, yang dibahasakan dengan bentuk kiasan.
Maka tak heran kalau kemudian banyak juga yang menafsirkan bahwa keberadaan saka tatal pun sebenarnya ujaran kebijakan yang penuh pelajaran kehidupan. Karena bentuk saka tatal yang terbuat dari potongan kayu, maka makna dari bangunan itu adalah untuk saling menjaga persatuan dalam tiap gerak kehidupan. Karena dengan persatuan yang kuat, semua perbedaan yang tadinya saling bercerai berai dapat berubah menjadi kekuatan yang kokoh.
Dan pemaknaan lainnya adalah tentang pemanfaatan dari barang yang dipandang tidak berguna, yakni dari serpihan kayu menjadi tiang utama. Sebuah ujaran tersirat dari Sunan Kalijaga untuk tidak pernah menyepelekan keberadaan tiap manusia, dan tidak membeda-bedakan derajat. Agar tidak hanya berdakwah dan memperhatikan kepentingan golongan atas saja, namun juga merangkul golongan bawah. Yang dari golongan itulah, justru akan mampu menjaga jalannya pemerintahan Demak.
Namun dalam buku ‘Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara’ aku justru mendapatkan penafsiran lain. Pada buku tesis Profesor Slamet Mulyana terbitan tahun 1968, yang kemudian dilarang beredar pada tahun 1971 itu aku mendapatkan tentang keberadaan saka tatal  juga. Yang itu semua ada hubungannya dengan pandangan Slamet Mulyana yang menyimpulkan bahwa Walisanga berasal dari Cina. Salah satu kesimpulannya, bahwa Sunan Ampel bernama asli Bong Swi Ho, Sunan Gunung Jati bernama asli Toh Abo, dan Sunan Kalijaga bernama asli Gan Si Cang.
Adalah Gan Si Cang, seorang wali yang juga kapten Cina di Semarang yang berkuasa atas galangan pembuatan kapal. Di bawah kekuasaannya, tiang tatal itu dibuat oleh para tukang kayu dari galangan yang dipimpinnya. Dan sebenarnya tiang yang dibuat sebagai penopang masjid itu, bermula dari konstruksi tiang utama kapal layar seperti yang selama ini telah mereka buat.
Yang karena Demak berada di pesisir pantai, dengan angin yang kencang, konstruksi tiang kapal menjadi pilihan tepat. Karena akan mampu berdiri tegak meski angin laut dan angin darat kencang menerjang.
oleh Nassirun Purwokartun pada 12 Juli 2011 pukul 6:26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar